hmmm....
Titik awal perjalanan ini dimulai saat aku, Deni dan Madhes (dua orang kawanku), berencana untuk sedikit refreshing dan mencari suasana baru setelah beberapa waktu berkutat dengan kegiatan motret manten dan rutinitas atas konsekuensi kami mencoba berwirausaha di dunia fotografi dengan mendirikan sebuah studio foto.
Singkat cerita, kami berangkat menuju Tenggarong, Jumat (29/10), dari Balikpapan menuju Tenggarong, sekitar pukul 16.00 WITA, dan diperkirakan sampai ke Tenggarong pukul 21.00 atau 22.00 WITA karena kami berkendara dengan santai sambil menikmati pemandangan selama perjalanan. Tak lupa, dua buah kamera lengkap kubawa bersama beberapa potong baju, dan sedikit celana dalam ekstra, karena kami berencana untuk mandi (berenang) dan mancing di bekas galian tambang batubara saat kami di Tenggarong nanti.
Perjalanan yang sangat mengasyikkan, kami bercerita ngalor-ngidul, ngetan-ngulon tak tentu arah, yang penting seru dan kami pun sesekali ngakak karena membahas sesuatu yang mungkin nda penting, seperti membahas rencana-rencana konyol, sampai ngomentarin soal cewek yang kami jumpai di perjalanan. Tak lama kemudian, madhes pun nyletuk "Ayo, dokumentasikan donk perjalanan kita", tanpa pikir panjang, langsung ku ambil kamera Canon Eos 30D ku yang sengaja kuletakkan di samping tempat dudukku dan aku pun mulai mengambill beberapa gambar, dan hasilnya :
foto-foto : Titis Widhi Astu/iCandid |
Tak terasa, sekitar 45 menit kami melakukan perjalanan dari
Papan Masuk Hutan Soeharto |
Tahu Sumedang |
Terkunci dalam mobil
Saat kami hendak melanjutkan perjalanan, kami menyaksikan kejadian yang cukup memprihatinkan, bagaimana tidak, akibat kecerobohan orang tuanya, seorang anak yang mungkin baru berumur dua tahun terkunci di dalam mobil yang menyala. Sang anak pun hanya bisa menangis, sementara orang tua dan keluarganya hanya bisa mengelilingi mobil itu dan mencoba menenangkan si anak yang terus menangis hingga terisak.
Ingin rasanya kami membantu, tapi kami harus segera melanjutkan perjalanan karena hari telah beranjak gelap.Sesaat kami meninggalkan warung makan tahu sumedang itu, kami pun membahas kejadian itu "Kenapa tidak dipecahkan saja kacanya, kasian anaknya kan", ujarku, dan ternyata ide gilaku ini diamini Madhes dan Deny yang juga nyeletuk "Pecahin aja kacanya, lebih penting anak daripada kaca mobil, bahaya juga kan di dalam, kan carbondiooksidanya kan berbahaya," cerocos si madhes anjang sambil nyetir.
Ingin rasanya kami membantu, tapi kami harus segera melanjutkan perjalanan karena hari telah beranjak gelap.Sesaat kami meninggalkan warung makan tahu sumedang itu, kami pun membahas kejadian itu "Kenapa tidak dipecahkan saja kacanya, kasian anaknya kan", ujarku, dan ternyata ide gilaku ini diamini Madhes dan Deny yang juga nyeletuk "Pecahin aja kacanya, lebih penting anak daripada kaca mobil, bahaya juga kan di dalam, kan carbondiooksidanya kan berbahaya," cerocos si madhes anjang sambil nyetir.
proses pengisian batu bara ke kapal tongkang |
Setelah ku kira cukup memotret, kami kemudian melanjutkan perjalanan menuju rumah Madhes di daerah Loa Raya. Baru beberapa saat melanjutkan perjalanan usai memotret proses pengisian batubara ke kapal tongkang, kami pun berhenti di sebuah pom bensin karena ingin mengisi bensin sekaligus pipis (buang air kecil), tepi ternyata pom bensin sudah tutup. Kami tak menyerah, kami pun masuk ke pom bensin tersebut usai memarkirkan mobil di tepi jalan, karena memang sudah kebelet, dan akhirnya kami bisa bernafas lega kembali setelah menyalurkan hasrat yang terpendam beberapa saat itu.
Usai "setor", kami berhenti lagi untuk membeli makan, dan asyiknya, kami berhenti di bawah jembatan Tenggarong yang modelnya mirip jembatan San Fransisco di Amerika sana. "Ini lho tis, jembatan yang ku foto kemaren, sayang langitnya sudah terlalu gelap," ujar deny. Memang deny pernah memotret jembatan itu dan dipamerkannya padaku, hasilnya bagus, langit masih biru dan lampu-lampu di jembatan serta lampu-lampu mobil yang lewat membuat siapa pun yang melihat menyangka bahwa itu jembatan San Fransisco di negeri Paman Sam. Ingin sebenarnya aku mengambil gambarnya, tapi aku pikir tidak akan maksimal hasilnya, jadi kuurungkan niatku memotret "Jembatan San Fransisco Kutai Karta Negara".
Mendebarkan dan Tak Terlupakan
Usai makan, kami pun melanjutkan perjalanan menuju ke pelabuhan karena kami harus menyeberang menggunakan kapal fery untuk bisa sampai ke Loa Raya, tempat tinggal orang tua Madhes. Sempat aku berpikir bahwa yang namanya kapal fery pasti besar dan mungkin memerlukan waktu jam-jaman untuk bisa sampai ke Loa Raya. Tapi, betapa terkejutnya aku ketika tiba di dermaga penyeberangan yang bentuknya cukup sederhana, tak sepeti yang ku bayangkan.
Foto dari dalam mobil sebelum menyeberang |
Kapal Fery untuk menyeberang |
Keterkejutanku tidak berhenti sampai di situ saja, aku tambah terkejut lagi setelah ada sebuah kapal dengan semacam bak terbuka yang kira-kira berukuran empat meter dengan panjang sekitar 10 - 12 meter tiba-tiba merapat ke dermaga tempat kami menunggu kapal datang.
"Kita nyebrang pakai ini tis," ujar Madhes membuat aku semakin tertegun.
"Yakin Des kita nyeberang pakai ini?" ujarku kebingungan.
Deny pun menyahut "Ya iya lah, mang mo nyeberang pakai apa lagi?"
Tak berapa lama setelah kapal fery dari kayu itu bersandar, Madhes pun menstater mobilnya dan mulai mundur naik ke atas kapal fery itu, sedangkan deny masih menunggu di dermaga dan aku pun tak mau melewatkan momen langka ini, (paling tidak baru kali ini aku melihatnya), dan aku mulai memotret.
Rasa gerogi untuk menyeberang datang lagi setelah beberapa motor diminta untuk turun dari kapal karena dikhawatirkan beban terlalu berat dan bisa membahayakan penyeberangan. Agar tidak gerogi, aku pun menyibukkan diri dengan mengambil beberapa frame foto. Saat sedang asik mengambil foto, Madhes pun memanggil, "Ayo sudah naik, kita mo nyeberang ini," ujarnya menunggu di depan mobilnya yang sudah berada di atas kapal ditemani Deny. "Iya...iya... ," Jawabku singkat dan langsung bergegas menaiki kapal fery dari kayu itu.
Madhes and Deny |
Madhes and Me |
Me and Deny |
Tak berapa lama menyeberang, sekitar 10 menit, ternyata kami sudah sampai ke dermaga di seberang Sungai Mahakam, yang artinya kami sudah selesai menyeberangi Sungai Mahakam yang terkenal di Kalimantan itu. Lega dan senang rasanya, paling tidak sudah aman dari ancaman tenggelam dan berenang bersama buaya penghuni mahakam.. xixixixixixxi
Deny Nampang |
Setelah kapal fery merapat sempurna dan papan untuk melintas kendaraan di turunkan, aku langsung turun dan Deny pun memintaku memotret dia di depan kapal. "Potoin aku sudah," ujarnya singkat. Aku pun langsung turun dari kapal dan memotretnya. Tak ingin momen ini terlewatkan, aku pun gantian minta di foto di depan kapal fery yang sempat membuat jantungku empot-empotan karena takut tercebur ke Sungai mahakam dan dimakan crocodile..:P hehehehehe
Melihat pemasangan papan |
Saat mobil kami berhenti di depan rumah, Kulihat jam di tanganku ternyata sudah pukul 21.40 WITA. Aku langsung turun dan mulai mengambil barang-barang lalu menuju kediaman orang tua Madhes yang begitu sederhana namun sangat asri dengan adanya sedikit tanah halaman depan yang digunakan untuk tempat meletakkan pot-pot bungga. Bangunan yang terbuat dari kayu-kayu khas bangunan Kalimantan membuatku bersemangat untuk segera masuk dan melihat bagaimana dalam rumahnya.
Tak begitu lama aku selesai menurunkan barang, pintu rumah pun dibuka oleh lelaki paruh baya yang rambutnya tengah memutih. "Ayo masuk, masuk...... selamat datang di tenggarong Tis," ujar lelaki itu yang tak lain adalah Ayah Madhes. Memang baru sekali aku bertemu dengannya, tapi rasanya sudah begitu akrab dengan beliau. Tanpa sungkan-sungkan, aku langsung masuk dan mengikuti Ayah Madhes. "Ini Kamar untuk beristirahat, taruh saja barang-barangnya dulu," ujarnya.
Tak berapa lama kami masuk dan menaruh barang di kamar, sesosok wanita paruh baya yang rambutnya agak memerah dan kecoklatan akibat cat rambut yang sudah luntur menyapa kami. "Capek kah?" tanyanya seraya tersenyum dan menghampiri kami dengan tertatih karena kakinya bengkak akibat keseleo berapa waktu sebelum kami datang, ya itu ibunya Madhes.
Buru-buru aku dan Deny segera menghampiri dan menjabat tangannya yang sudah mulai keriput akibat bertambahnya usia. "Gimana tadi perjalanannya?" tanyanya lagi dengan suara yang terlhat begitu ceria. Mungkin karena melihat kedatangan Madhes, anaknya yang belum tentu bisa ia temui sebulan sekali karena harus menetap di Balikpapan untuk bekerja.
Tak terasa, waktu sudah beranjak malam dan tubuh lelah kami pun seakan sudah tidak bisa diajak untuk kompromi. Ibu dan Ayah Madhes pun kemudian beranjak dari kursi untuk menuju ke kamar dan beristirahat, setelah cukup lama bercengkrama dengan kami. "Ibu istirahat dulu ya, jangan tidur malam-malam," ujarnya sembari berjalan tertaih menuju kamarnya yang berada di sebelah kamar kami.
Tak lama pun kami menuju kamar untuk tidur setelah kami selesai memindahkan hasil jepretan selama perjalanan ke laptop. hmm.... rasanya tak sabar untuk segera pagi hari dan melaksanakan rencana kami memancing, berenang dan motret-motret....
Bersambung.....
seruuu uhuuyyy...
BalasHapusg bayangin pas nyebrang mahakam bear
ajari saya nge-blog ya mas....
BalasHapussaya baru buat blog,hehehehe.. :)
@ Nety : hehehehehe, jangan di bayangin yang aneh2... yang pasti, mukaku tetep cool kok, nyatanya masih bisa foto2..:p pengin nda ?? owh iya, in masih bersambung lho.. baca sambungannya yah...:D
BalasHapus@ Sasha : :) alu juga masih belajar kok, liat aja aku baru posting empat tulisan..:D sedikit share aja, kalau aku, buat blog ya jadi semacam tempat untuk mencurahkan pemikiran dan nampilin foto2 hasil jepretanku. Pokoknya, apa-apa yang aku pengen tulis dan aku pengin tampilin ya ku tulis dan ku posting di blog ini... kalau kamu ???
Prisnsipnya ya mungkin bisa kaya buku harian gt deh, so apa pun yang menarik ya tulis aja... trus sering-sering jalan-jalan (liatin/berkunjung) ke blog orang dan ninggalin tulisan atau kesan soal tulisan mereka di situ... insyaallah ntar blog kita di kenal orang...:D aku juga masih belajar kok, so lests learn together..:D