Selasa, 26 Agustus 2014

NEW LIFE, NEW JOB and I've GOT MARIED (Chapter II)

hmmmm.... bismillah, aku mulai lagi ceritaku :D ... sekarang aku bekerja di PT Bhimasena Power Indonesia (PT BPI), sebuah perusahaan yang merupakan konsorsium 3 perusahaan besar, yakni PT Adaro Indonesia, Itochu Jepang dan Japan Power. PT BPI merupakan pemenang tender untuk pengadaan dan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang diselenggarakan oleh pemerintah Indonesia.
Logo PT Bhimasena Power Indonesia
     Menempati lahan seluas 265 Hektare yang terbagi dalam tiga desa yakni Desa Ujungnegoro, Desa Karanggeneng, dan Desa Ponowareng di wilayah Kabupaten Batang - Jawa Tengah, pembangunan PLTU ini digadang-gadang mampu menutupi defisit listrik yang saat ini dialami oleh Indonesia. 
    Bagaimana tidak, saat ini hampir semua orang, baik rumah tangga kecil hingga perkantoran semua menggunakan listrik. Tidak heran jika kebutuhan listrik semakin meningkat sedangkan pembangkit listrik yang ada saat ini sudah tidak bisa memasok listrik sesuai dengan yang dibutuhkan. 
    Alhasil, dimana-mana terjadi pemadaman listrik bergilir. Bukan hal aneh kiranya jika sering kita mendengar keluhan dari berbagai kalangan yang mengatakan bahwa "PLN payah", "rugi usaha kalau berkali-kali mati listrik", dan lain-lain.

Mega Proyek
     Menelan biaya tidak kurang dari 4 Miliar USD atau +/- Rp 40 Trilyun, pembangunan PLTU ini diklaim sebagai PLTU terbesar se-Asia Tenggara, dengan kapasitas sebesar 2x1.000 mega watt. Pembangunan PLTU Batang ini sebenarnya sudah sejak lama dirintis, kalau tidak salah semenjak tahun 2011. Namun hingga saya menulis tulisan ini (2014), pembangunan belum bisa dilaksanakan karena hingga saat ini belum semua lahan yang sedianya digunakan untuk pembanguan Power Plant belum terbebaskan 100 %.
      hmmm.... apa kaitannya denganku ?? kaitannya... kebetulan sejak pertama masuk ke perusahaan ini, aku ditempatkan di sebuah departemen yang benama Land Acquisition. Departemen ini bertugas untuk melakukan pembebesan lahan atau pembelian lahan untuk kepentingan pembangunan PLTU ini. Departemenku harus meloby para pemilik lahan di ketiga desa yang tanah ataupun kebun dan sawahnya akan digunakan untuk pembangunan PLTU ini.

Dimusuhi, Warga terprovokasi
        Terkadang saat berkunjung ke rumah pemilik lahan, aku atau teman-teman satu departemenku mendapatkan perlakuan yang baik, tapi tidak jarang kami dimaki-maki atau bahkan diusir karena pemilik lahan tidak mau menjual lahan yang dimilikinya.Kondisi ini semakin diperparah dengan adanya provokasi dari LSM serta orang-orang yang ingin mendapatkan keuntungan dengan adanya proyek ini.
caping Tolak PLTU

   Akibat provokasi oleh LSM yang mengaku peduli dengan lingkungan, masyarakat menjadi melakukan penolakan terhadap pembangunan PLTU ini. mereka ditakut-takuti jika nantinya PLTU dibangun maka akan mengakibatkan kerusakan alam, lahan pertanian tidak subur lagi, ikan-ikan di laut akan mati sehingga penghasilan nelayan akan menurun, dan parahnya lagi masyarakat ditakut-takuti jika nantinya efek pembangunan dan beroprasinya PLTU akan mengganggu kesehatan karena bahan bakarnya adalah batu bara.
warga demo menolak PLTU Batang di Balaidesa Karanggeneg
  Singkat cerita, kerap terjadi demonstrasi penolakan oleh warga terhadap aktivitas kami di lapangan. Boro-boro mau mulai melakukan pembangunan, melihat salah satu dari kami (Karyawan BPI) ada di lokasi, maka warga akan segera berdatangan dan melakukan pengusiran. Yang pasti, jika mereka melihatku dengan si ijo (nama motor trailku-red) atau aku dengan si big black (strada-red) pasti mereka akan langsung "riweh" sendiri. Bisa ditebak apa yang akan terjadi selanjutnya.... yup, mereka akan mendatangiku dan "memintaku" (Mengusirku-red) pulang.

Tragedi 2 September 2013
      Bagiku, diusir atau diintimidasi sudah biasa, namun ada satu peristiwa yang cukup membekas selama aku membawahi tim pengukuran dan pematokan, aku menamainya "Tragedi 2 September". Ya aku menamainya itu...
       Peristiwa ini bermula saat aku dan tim harus melakukan pengukuran lahan yang sudah terbeli di Desa Ponowareng. Saat itu, tak ada tanda-tanda akan terjadi sesuatu yang besar. Seperti biasa, kami dari tim pengukuran melakukan koordinasi sebelum melakukan kegiatan.
       Koordinasi kami lakukan dengan pihak kepolisian dan TNI serta dengan beberapa divisi terkait. Koordinasi ini kami lakukan sebagai upaya agar saat pelaksanaan pengukuran bisa berjalan dengan lancar dan aman serta kondusif. Selaku orang yang bertanggungjawab atas pengukuran dan kegiatan di lapangan, saat itu saya memutuskan untuk berangkat dengan pengawalan biasa saja, tidak perlu mengerahkan banyak polisi dan tentara karena dikhawatirkan malah akan memancing emosi warga.
       Setelah berkoordinasi, akhirnya timku berangkat ke lokasi dengan hanay ditemani oleh 10 orang petugas berpakaian preman. Segalanya tampak aman hingga timku tiba di lokasi untuk melakukan pengukuran.
      Seperti biasa, kegiatan pengukuran diawali dengan dinyalakannya GPS di Base dan dilanjutkan dengan penyalaan alat GPS handheld yang dibawa oleh tim ukur. Butuh waktu sekitar 15 - 20 menit agar GPS connect dengan satelit.
      Tak lama berselang, aku mendapat telepon dari salah satu anggota timku yang mengatakan jika ada sekitar 20 warga masyarakat Ponowareng datang dan mulai mengganggu kinerja mereka. Mereka datang dengan sikap yang tidak ramah dan mulai menyuruh timku untuk pergi. Warga tak perduli meskipun ada aparat keamanan berbaju preman yang mengamankan timku.
       Aku menyarankan untuk bertahan dan memberikan pengertian kepada warga, namun warga tetap tak perduli dan jumlah warga yang datang semakin banyak. Aparat pengamanan pun kualahan menghadapi warga yang jumlahnya semakin banyak dan semakin terlihat beringas. Akhirnya aku putuskan untuk mundur ke lapangan desa Ponowareng dan menunda pengukuran hingga aku datang.
     Tanpa ba bi bu, aku langsung koordinasi dengan Kabag Ops, sempat terjadi ketegangan antara aku dan Kabag Ops serta petinggi pengamanan lainnya. Setelah lumayan berdebat, akhirnya keputusan kembali diserahkan padaku, dan aku pun memutuskan agar pengukuran tetap di lanjutkan. "Mau pengamanan berapa lagi kalau kita sudah ada 400 personil masih gagal untuk bekerja. Toh itu tanah yang telah terbeli" tegas komandan pasukan pengamanan.
Lokasi bentrokan dengan Warga Ponowareng
    Setelah diputuskan, aku berangkat bersama 2 truk brimob bersenjata lengkap serta dan 1 truk tentara. Setibanya di lapangan desa Ponowareng, benar saja warga sudah berkerumun dan berteriak-teriak. Berbagai ucapan tidak ramah keluar dari mulut warga yang ternyata setelah ku perhatikan banyak kaum perempuannya.
    Setelah berdiskusi sejenak dengan timku, kami akhirnya mulai berangkat menuju ke lokasi pengukuran. Kami konvoi dengan diawali mobil Rangger Double Cabin milik Brimob, dilanjutkan dengan 2 truk brimob. Namun laju kami dihambat oleh ibu-ibu yang terus berdada di depan mobil dan berteriak-teriak. Kami mencoba bernegosiasi tapi tetap tidak menemukan titik temu.
Polisi menyingirkan batu dan ban yang dibakar warga
       Mengingat hari sudah beranjak sore, maka anggota brimob turun untuk menepikan warga yang didominasi oleh ibu-ibu agar tidak berada di jalan. Namun, baru beberapa meter kami berjalan, tiba-tiba ada salah satu warga yang merobohkan pohon pisang di tengah jalan dan beberapa warga lain memukul salah satu anggota brimob.
       Kerusuhan kecil pun pecah, dan akhirnya saya langsung berkoordinasi dengan Kabag Ops dan Wakadan Brimob untuk mundur dan menunda pengukuran. Susah payah kami memutar truk untuk kembali. Namun, ternyata warga lain yang kebanyakan laki-laki sudah menghadang jalan kami pulang dengan menumpahkan material berupa pasir dan batu di tengah jalan. Sehingga kami tidak bisa lewat dan terpaksa harus bekerja keras menyingkirkan pasir dan batu tersebut dari tengah jalan agar truk bisa lewat dan kami bisa pulang.
    Tak hanya itu, ternyata warga telah mempersiapkan bom molotov. Untunglah bom molotov tersebut berhasil di amankan sebelum sempat digunakan. Setelah kami berhasil melewati tumpukan material, kami dihadapkan dengan batu-batu besar yang sengaja di letakkan di tengah jalan. Kembali kami harus menyingkirkan batu-batu tersebut agar bisa lewat. Puncaknya, warga menggunakan bensin membakar kursi bambu dan ban bekas di tengah jalan dan mereka pun melempari kami dengan batu.
     Kondisi makin genting dan hari semakin beranjak petang. Akhirnya kami kembali meminta bantuan untuk mendatangkan personil pengamanan. Sembari menunggu bantuan datang, warga masyarakat terus melempari kami dengan batu, kami tidak membalas dan hanya bertahan. Setelah beberapa saat bertahan, akhirnya bantuan datang dan akhirnya kami bisa mulai keluar dari "Hot Zone" itu.
      Lega rasanya setelah berhasil keluar dari kampung Ponowareng itu, walaupun masih tergiang bagaimana batu berterbangan di atas kepala. Alhamdulillah masih dilindunggi, jadi tak ada batu yang nyasar ke badan atau kepalaku..:D Dari bentrokan itu, 3 orang aparat keamanan mengalami luka-luka, 1 diantaranya luka lumayan serius di kaki dan lehernya dan selanjutnya dilarikan ke rumah sakit. Di sisi warga 2 orang mengalami luka-luka.
       Yah, memang berat menjadi bagian dari departemen ini, namun banyak ilmu yang bisa aku ambil dan pastinya banyak juga pelajaran yang bisa dipetik dari berbagai pengalaman yang aku dapatkan dari lapangan

Diambil Alih Pemerintah
      Singkat cerita, karena kami dari PT BPI kesulitan untuk melakukan pembebasan lahan, akhirnya kami pun menyatakan kondisi kahar atau force major. Kami akhirnya menyatakan "menyerah" untuk melakukan pembebasan dan pengadaan lahan untuk pembangunan PLTU Batang, karena hal tersebut sudah diluar kemampuan kami.
      Mengingat pentingnya proyek ini demi menghindari devisit listrik, akhirnya pemerintah pun turun tanggan. Mentri Koordinator Perekonomian, Chairul Tanjung yang menggantikan Hatta Rajasa akhirnya meminta komitmen dari pemerintah propinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Kabupaten Batang untuk segera mendorong terealisasinya proyek PLTU Batang.
      Setelah mendengarkan keterangan dari Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, serta keterangan berbagai pihak terkait permasalahan yang mengakibatkan molornya pekerjaan pembangunan PLTU Batang, akhirnya Sang Mentri pun mengambil keputusan untuk menggunakan UU No 2 Tahun 2012 yang intinya berisi tentang pengadaan tanah untuk kepentingan negara.
     Yah we will see what will happen setelah hal ini dilaksanakan. Semoga saja hal ini berdampak positif terhadap pembangunan PLTU Batang. Sehingga devisit listrik pada tahun 2016 tidak terjadi, dan kalaupun sampai terjadi, tidak dalam waktu yang lama bisa diatasi. Karena, yang pasti jika sampai terjadi devisit listrik, semua pihak akan dirugikan.

Saudara "Se lumpur"
      Terlepas dari peliknya permasalahan pembebasan lahan, aku sangat enjoy dengan segala yang ada di sini, terutama karena aku memiliki kawan-kawan seperjuangan yang berada di bawah koordinasiku. Aku menamainya "Saudara selumpur", "tim rewo-rewo".

        

       Ya meskipun mereka bukan orang yang memiliki pendidikan tinggi, tapi bagi saya mereka adalah orang-orang yang memiliki dedikasi dalam pekerjaan dan memiliki tanggung jawab atas apa pekerjaan yang dibebankan kepada mereka. Tanpa mereka, jelas aku bukan apa-apa. 
       Siapa aku kalau tanpa mereka ??  ya siapalah aku. Aku hanya orang yang berasal dari Jogjakarta yang baru tahu ada sebuah kota bernama Batang dan mendapatkan tugas untuk membawahi tim pengukuran lahan. Apalagi, basic pendidikanku adalah Jurusan Ilmu Komunikasi. Manalah aku tahu bagaimana mengukur luas tanah, menggambar bidang tanah, menggunakan GPS sampai menyelesaikan permasalahan jika ada masyarakat yang tidak sepakat dengan hasil pengukuran.
     Modalku hanya kata "siap" dan belajar secara sepontan mengenai berbagai hal yang terkait mengenai pengukuran lahan. akhirnya, sedikit demi sedikit aku pun mengerti bagaimana prinsip-prinsip pengukuran, bagaimana menggunakan GPS dan bagaimana menyelesaikan permasalahan terkait pengukuran lahan.
      Sekali lagi aku sangat bersyukur karena memiliki mereka, ya saudaraku.. saudara selumpurku. Mereka merupakan orang lokal dari desa-desa yang terdampak atas pembangunan proyek PLTU ini. Ada Ruswanto dan Bodo dari Desa Karanggeneg, Suwiryo dan Kuswanto dari Dusun Keling Desa Ponowareng, Kafi dan Taufik dari Desa Ujungnegoro dan Cayitno dari desa Wonokerso.

Kerja Kasar, Tapi Kami Enjoy..

Gotong royong mengangkat patok menyusuri rel kereta
   Selain melakukan pengukuran atas lahan-lahan yang telah terbeli atau dalam proses pembelian, timku bertanggungjawab untuk memberikan tanda berupa patok di masing-masing bidang, baik sawah maupun lahan kebun milik warga masyarakat. Makanya, lumpur atau debu hingga seranga atau ular, kerap kami temui saat kami harus melakukan tanggungjawab kami..:D
Menuju lokasi lahan yang akan diukur dan di tandai
   Tapi, bagi kami, inilah kesenangan dan kenikmatan yang tidak mungkin ditemui oleh mereka yang berada di dalam kantor, duduk di depan komputer dan flu kedinginan karena AC..:p hehehehe... ya aku enjoy, sedulur selumpurku juga enjoy...kami bekerja sama dan kami saling mengisi satu dengan yang lainnya. 
     Bagiku, pekerjaan apa pun akan terasa berat kalau dirasa berat, tapi akan juga terasa ringan dan menyenangkan jika kita bisa menikmati dan mensyukuri pekerjaan itu. Ya walaupun harus berhadapan dengan panas yang sangat ekstreem atau hujan dan lokasi penuh lumpur, semua harus dijalani. 
Melakukan penandaan batas lahan menggunakan patok besi
  Memang timku bukan terdiri dari mereka yang berdasi dan memiliki intelektual yang tinggi, namun sungguh aku yang bertitel S1 ini tidak akan bisa menghapalkan petak demi petak sawah yang ada di masing-masing desa. Bahkan mereka juga mampu untuk mengingat secara detail batas-batas lahan, siapa pemilik lahannya, bahkan mereka sampai hafal dimana letak lahan yang akan ditandai, lahan yang sudah terbeli dan mana yang belum terbeli.  
   Bagaikan GPS dengan memory penyimpanan bergiga-giga, aku hanya tinggal menyebut nama, mereka akan langsung tanggap dan benar saja, itu lokasi yang aku maksudkan. Seperti layaknya memiliki peta yang bisa ngomong saja. 
  Tak terasa sudah hampir 1,5 tahun aku bekerja dengan mereka. Berbagi suka dan duka bersama-sama. Tak ada jarak diantara aku dan mereka. Dari awal terbentuknya tim ini, memang aku sudah mebiasakan kepada mereka untuk tidak terlalu formal kepadaku. Aku selalu membiasakan kepada mereka untuk berbicara apa adanya, menyampaikan pendapat dan memberikan kritik kepadaku jika memang ada yang tidak tepat aku lakukan. Alhamdulillah, hingga saat ini, timku masih solid. "Bravo Saudara Selumpurku !!!"
        
       Yap, inilah kisaku dalam pekerjaanku. Pekerjaan yang sungguh aku syukuri. Pekerjaan yang akhirnya membuat aku berani untuk meminta "Dia" untuk menikah dan menjadi pendampingku. Alhamdulillah dan akhirnya aku menikah...:D hehehehe...Siapa si "Dia" ? kenapa aku memilihnya ? check for the next chapter of "NEW LIFE, NEW JOB and I've GOT MARIED". 


Selasa, 19 Agustus 2014

NEW LIFE, NEW JOB and I've GOT MARIED (Chapter I)

aaaaaaaaaakkkk.... 
lama sudah tak menjamah blog ini untuk sekedar menyimpan memory mengenai perjalanan kehidupanku..
hmmm, rasanya tak akan cukup aku tulis dalam sekali posting, so tulisan ini akan bersambung dalam beberapa chapter. Tapi, karena ini masih jam kerja, tak bijak rasanya kalau saya nge-blog banyak..:D 
       Singkat cerita, aku sudah tak lagi stay di Balikpapan sejak Desember 2012, tepatnya tanggal 12. Sekarang aku juga tak lagi jadi fotografer (ya walaupun kadang masih ada objekan motret kecil-kecilan). Sekarang aku tinggal di sebuah kota kecil di daerah Pantura (Pantai utara jawa), kota itu bernama Batang. Aku tinggal di mes alias rumah kontrakan bersama sejumlah kawan sejawatku sesama pekerja di PT Bhimasena Power Indonesia atau disingkat BPI. Apa itu PT Bhimasena Power Indonesia dan apa yang aku kerjakan di situ, akan aku jelaskan dalam tulisan selanjutnya.... sekarang aku harus pergi dulu, it's time to work...

Dan Rupanya sudah Kepala 3

Bertambah tapi berkurang
Bertambah tua tapi berkurang jatah hidupku
Tak tau harus senang, atau harus merenung sedih
Tapi yang pasti, aku tetap bersyukur
Just a simple cake and candle with my sista
Bersyukur karena masih diberi umur
Bersyukur karena diberi kesempatan
Bersyukur karena telah berkeluarga
Bersyukur karena memilikimu dan si buah hati

Tapi, aku masih memiliki banyak harapan
Bukan brarti aku tak bersyukur dan kufur
Itu karena aku tahu KAU suka jika aku berharap
KAU suka jika aku meminta
KAU suka jika aku bersujud dan berdoa

Sudah kepala Tiga umurku
Ya, sudah tiga puluh tahun umurku
Tapi tak apa
lha wong belum beruban ini
Masih tetap item & tetap jadi diri sendiri