Minggu, 31 Oktober 2010

New guy, in a new town (Awal Kisah Merantau ke Balikpapan, East Borneo)

Awalnya aku tak pernah berpikir untuk beranjak menyeberang ke pulau kalimantan, atau bahkan beranjak beberapa langkah saja dari kedua orang tuaku di Jogja. Bukan karena tak ada keberanian dalam diriku, tetapi karena adannya semacam "doktrinasi" dari emakku tentang pentingnya anak laki-laki pertama untuk selalu dekat dengan keluarga, karena anak laki-laki pertama merupakan calon pemimpin keluarga pengganti ayahandanya.

Keberanian itu mulai muncul ketia realita dan logika memaksaku untuk "menentang" dan meyampaikan argumenku mengenai keharusanku meninggalkan mereka untuk merantau. Memang bukan suatu hal yang mudah, tetapi akhirnya emak mengizinkanku merantau, dan izinnya pun di amini bapak. Lega juga rasanya, tapi ada rasa berat juga meninggalkan mereka. 

Singkat cerita, kini aku sedang mulai membuka lembaran baru dalam hidupku yang entah akan lebih baik dari kehidupanku yang selalu "nyaman" karena dekat dengan kedua orang tua dan sempat memiliki penghasilan tetap, atau justru malah lebih buruk, tapi yang pasti, hanya keyakinan dalam diri dan modal restu serta doa dari kedua orang tuaku yang aku yakin bisa menjadi bekal yang baik untuk bisa memulai kehidupan baru di tanah rantau. Tak lupa, dua orang temanku yang saat ini bersamaku mencoba membuka usaha bersama, sebuah usaha yang memang sempat menjadi angan-anganku, usaha studio foto. 
 
Bismillah, kata itu yang aku ucapkan ketika aku melangkahkan kakiku menjauh dari rumah, menjauh dari kedua orang tuaku yang saat itu terlihat tegar melapaskan kepergianku merantau. Bermodal ketegaran dan keikhlasan mereka (emak dan bapak), aku pun mantab untuk meninggalkan semua kenangan dan kenyamanan-kenyamanan pekerjaanku sebagai seorang jurnalis yang telah ku geluti selama 2 tahun 11 bulan.  
 
hmmmm.... bismillah ya allah, berikan hambamu kemudahan dan kelancaran di tempat yang baru. Lindungilah dan saangilah kedua orang tuaku nan jauh di seberang sana. Hanya kau Dzat yang maha dari segala maha, maka kabulkanlah permohonanku.... 


Jumat, 29 Oktober 2010

Mbah Maridjan.. oh.. Mbah Maridjan

Kepergian Mbah Maridjan seharusnya mampu membuka pemikiran "orang modern" yang saat ini hanya berpikir tentang jabatan, harta, tahta, kekuasaaan, yang semuanya itu hanya kesenangan semu di dunia fana, dan kebanyakan hanya mendatangkan kesengsaraan, bagi dirinya sendiri, orang lain, bahkan bangsa dan negaranya.

Mungkin TUHAN berpikir untuk mengambil Mbah Maridjan lebih cepat agar dia bisa "menyelamatkan" Mbah Marridjan dari kejamnya perubahan zaman, karena memang hanya "masyarakat modern" yang layak hidup di zaman sekarang ini, "zaman yang sudah RUSAK". Zaman yang sudah tidak lagi mampu meberikan sebuah rasa aman, rasa nyaman dan zaman yang hanya menuntut mereka dan kita untuk selalu "sok Berpikir logis" dan mengatakan "Kuno Loe!" kepada mereka yang masih berpikir "konvesnsional dan berpegang pada tradisi serta menjaga amanah".

"masyarakat Modern" yang selalu menepuk dada mereka dan selalu menegadah ke langit dengan kecongkakan dan kesombongan mereka, jelas tidak akan pernah mengerti bagaimana mengabdi, menjaga amanah, apalagi berpikir dengan nilai-nilai tradisi adiluhung bangsa atau adatnya, selayaknya "orang Kuno" yang akhirnya meninggal dengan posisi sujud yang merupakan posisi hormat, pasrah, mengabdi kepada "SANG PENGUASA" (Tuhan atau raja, 'tanpa maksud menyamakan bahwa raja sama dengan tuhan'), Karena apa?, ya karena sebenarnya "manusia modern" yang mengatakan bahwa mereka adalah orang yang berlogika dan tidak "percaya yang gitu-gituan", terlalu sombong dengan segala logika yang mereka bangun sendiri, yang sebenarnya sebagai sebuah pembenaran atas berbagai tindakan bodoh, tak terpuji dan arogan, yang mereka lakukan.

ya ya ya, "masyarakat modern" mungkin samapi kapan pun tidak akan mau menerima berbagai hal yang dianut oleh "masyarakat kuno", walaupun sebenarnya apa-apa yang "kuno" itulah yang sebanarnya memiliki nilai yang hakiki dan mungkin bisa "menyelamatkan" manusia dari "kepunahan" yang mungkin sebentar lagi akan terjadi, karena apa?, ya karena tidak sesuai dengan logika mereka.

Mbah Maridjan.. oh Mbah Maridjan... sebanarnya banyak hal yang telah kau ajarkan kepada mayarakat Indonesia dan masyarakat seluruh dunia dengan berbagai tingkah, polah, kata-kata, sifat "keras Kepalamu" dalam menjaga amanah sebagai sang penjaga gunung, dan berbagai hal "Kuno" yang kau lakukan. semoga segala amal ibadah dan "kekunoanmu" bisa menjadi nilai lebih dimata Tuhan. Doakan kami yang kau tinggalkan ini utuk bisa benar-benar "berlogika" dengan baik... slamat jalan mbah maridjan...