Selasa, 02 November 2010

Tetes (Berharga) Air

Baru kali ini aku merasakan dengan jelas betapa penting dan berharganya tetes demi tetes air. seolah mendapatkan tamparan, aku terhenyak dan mulai berpikir dan akhirnya menyesali tindakanku selama ini dengan air. Mungkin ini sepele, tapi ini menjadi pelajaran berarti bagiku. 

Tamparan terhadap ego dan keangkuhan serta rasa tidak beryukurku terhadap sang khalik dengan ciptaannya yang bernama air ini bermula saat air yang ada di kosku (Balikpapan, East Borneo) tidak mengalir selama beberapa jam akibat adanya perbaikan pipa air yang dilakukan oleh PDAM. Sebuah pristiwa yang sangat jarang, bahkan tidak pernah terjadi di tempat tinggalku (Jogja, Central Java).

Sejak malam hari, Senin (1/11), air di kos memang sudah tidak lagi mengalir seperti biasanya, aliran airnya sangat kecil dan aku pikir itu bisa karena mungkin ada sedikit masalah dengan tekanan air dari bawah, karena kebetulan kamar mandi dan kamar kos ada diatas. Tapi, saat bangun pagi harinya, Selasa (2/11), ternyata air masih belum mengalir dan air yang ada di bak mandi sudah nyaris habis.

Sampai Selasa Pagi itu, aku masih belum merasakan betapa berharganya air, karena masih ada dua tandon besar di samping kamar mandi yang masih menampung ratusan liter air. Tapi, akhirnya menjelang sore hari, karena banyak anak-anak kos yang menggunakan air, akhirnya air di dalam tandon berkapasitas 1.200 liter itu pun seakan tak berdaya mengeluarkan persediaan airnya, dan aku pun mulai tersadar... “Ya Alah, ternyata selama ini aku terlalu boros dan menyia-nyiakan air yang menjadi karuniamu” (pikirku).

Singkat cerita, aku pun mulai memindahkan air dari tandon besar ke ember hijauku yang aku pikir bisa terisi penuh dan kemudian kupindahnkan ke ember hitam yang lebih besar yang sudah ku persiapkan. Tapi, setelah setengah jam lebih, aku menunggu, ternyata ember hijauku tak sepenuhnya terisi dan air dari tandon pun sudah tidak lagi mengalir, hanya tetes-tetes kecil yang berjatuhan dan mengeluarkan bunyi khasnya.

Hmmm..... mau tak mau akhirnya aku pun mandi dengan air yang tak sampai satu ember penuh itu, dan aku pun muai berpikir bagaimana agar aku bisa mandi hingga selesai dan tidak kehabisan air, nda lucu juga kan kalau pas ditengah-tengah mandi dan badan masih bersabun, air di ember hijauku habis. Padahal, bisanya aku mandi bisa menghabiskan dua sampai tiga ember hijau (kalau dihitung-hitung).

Akhirnya aku pun menemukan cara dan mulai mandi, dan alhamdulillah air di ember hijau itu pun cukup untuk aku mandi. Hmmm.... tapi sumpah, pusing juga aku mengatur cara bagaimana agar air dalam ember hijauku itu bisa bertahan hingga gayung terakhir untuk membasuh tubuhku.

Akhirnya aku pun mulau memasukkan gayung ke dalam ember hijauku dan mulau mengguyurkan airnya mulai dari kepalaku secara perlahan. Satu gayung, dan setengah gayung ku habiskan untuk menyiram tubuhku, dan ku longok ember hijauku yang ternyata masih lumayan banyak airnya, lalu kulanjutkan dengan mengambil sabun dan mulai membuat busa yang banyak untuk bisa menggosok seluruh badanku. Setelah kubasuh seluruh bdanku dengan sabun, kembali aku memasukkan gayung ke dalam ember hijaukau dan mengambil air lagi untuk membasuh tubuhku, satu gayung, dua gayung dan saat aku mau mengambil gayung ketiga, aku mulai berpikir, “cukup ndak ya buat gosok gigi?” hmm.... untunglah dua gayung itu cukup untuk membersihkan sabun di tubuhku, sehingga aku tidak perlu menggunakan gayung ketiga.

Rasa syukur yang aku belum perah rasakan saat menggunakan air begitu indah kurasa, karena setelah aku selesai mandi dan badan terasa segar, ada satu orang teman kosku yang tidak begitu tidak beruntung karena ia tidak kebagian air dan harus nyengir-nyengir menahan sakit akibat hasrat buang air yang tak tersalurkan., hmfff.....

Kini ku mengerti betapa berharganya air bagi kehidupan, betapa air walaupun itu air mentah, tetap aja sangat berguna bagi manusia. Tak kan ku sia-siakan kau lagi, walaupun itu setetes... 

2 komentar:

  1. Kalo aku siy udah biasa mas ngalamin kesusahan air bgtu... hehe... Soale air di kosku di solo dulu sering mati krn berbagai sebab. Biasanya klo gak dimatiin dari PDAM-nya, ya dimatiin sama budhe scra diam2(karena alasan pengiritan) ;-p

    Dan yg paling menyebalkan adalah, soal matinya air ini nyaris memicu konflik horizontal antar penghuni kos. Karena kita pada rebutan air.

    Tapi dengan pengiritan air secara paksa begitu, bukannya membuat kami sadar justru malah bikin kami sewot... hahaha...

    BalasHapus
  2. wakakakakkaa, aya2 wae...:p
    bagiku, ini pelajaran penting, karena aku terbiasa membuang air karena aku selalu berpikir kalau air itu melimpah. Sekarang, aku baru tahu gimana rasanya kesulitan air..:D hmmm, gimana dengan mereka yang tidak sempat merasakan air bersih ya?? pasti pusing juga ya mereka...

    Kejadian ini juga mengingatkanku dengan kata-kata ibuku yang kemaren-kemaren hanya kuanggap angin lalu saja, gini dia bilang. "Buang-buang air sama aja dengan buang-buang rejeki". Nah, kalau dimaknai air sebagai rejeki, aku bisa mandi dengan air satu ember itu adalah rejeki yang tidak terkira..

    BalasHapus